Sekjen PKP Said Salahudin Minta Isu Amandemen UUD 1945 Diakhiri
Jakarta, Dekannews- Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan (Sekjen PKP), Said Salahudin meminta agar isu amandemen UUD 1945 sebaiknya diakhiri.
Pasalnya melakukan amendemen UUD 1945 menjelang pelaksanaan Pemilu secara politik tidak realistis.
“Agenda untuk mengatur ulang soal haluan negara dan masa jabatan Presiden bisa dibicarakan pasca-Pemilu 2024,” kata Said Salahudin lewat rilis yang dikirim kepada media, Minggu (13/9).
Kata dia, pernyataan Presiden Joko Widodo yang kembali menolak wacana tiga periode dan perpanjangan masa jabatan Presiden sebagaimana disampaikan juru bicara Presiden kemarin (11/9/2021) semestinya sudah lebih dari cukup untuk mengakhiri diskursus mengenai isu tersebut.
“Jadi, parpol dan relawan pendukung pemerintah semestinya memiliki kepekaan terhadap sinyal yang dikirimkan oleh Istana (Presiden),” ujarnya.
Hal itu, lanjut Said, harus dibaca sebagai “political will” Presiden.
“Itulah kehendak yang kuat dan sejati dari Presiden,” cetusnya.
Mantan direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini menyatakan, kalau suatu isu sampai ditegaskan secara berulang-ulang oleh Presiden, maka itu pasti ada intensi.
“Ada pesan yang ingin disampaikan. Nah, salah satu yang bisa kita tangkap dari pernyataan itu adalah Presiden bermaksud memberikan peringatan kepada para pengusung dan pendukung gagasan tersebut untuk menyudahi wacana itu,” tukasnya.
Apalagi, sambungnya, Presiden sudah pernah menegaskan bahwa motif di balik isu perpanjangan masa jabatan Presiden hanya ada tiga kemungkinan.
“Pertama pihak yang mengusung ide itu ingin mencari muka di hadapan Presiden, ingin menampar wajah Presiden, atau bahkan ingin menjerumuskan Presiden,” ungkap Said
Oleh sebab itu, sebagai parpol pendukung Pemerintah, Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) mengajak semua elit politik, terutama parpol pendukung pemerintah lainnya untuk mendukung komitmen Presiden itu, pinta Said.
“Parpol-parpol pendukung harus berani bersuara. Jangan lagi mengayun dalam menyampaikan sikap politik. Perlu ada ketegasan agar tidak muncul ambiguitas yang membuat rakyat menjadi bingung,” tegasnya
Bagi PKP, Said menyebut, pernyataan Presiden tersebut menunjukan bahwa beliau sungguh-sungguh ingin menjaga amanat reformasi dan ingin konsisten pada kehendak konstitusi untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
“Dalam sistem presidensial, masa jabatan Presiden bersifat tetap (‘fixed term’) dan mutlak dibatasi. Itulah esensi yang saya tangkap dari pembicaraan kami dengan Presiden di Istana Negara beberapa waktu lalu (1/11/2021),” ia mendaskan.
Diungkapkan mantan pemerhati dan narasumber politik, hukum, dan kepemiluan nasional ini, kalau masa jabatan Presiden diperpanjang, maka konsekuensinya pasti masa jabatan anggota DPR RI yang sekarang juga diperpanjang.
“Nah, ini sudah barang tentu sangat merugikan bagi PKP yang sudah sangat siap mengikuti Pemilu 2024. Kader kami di seluruh Indonesia hari ini sedang giat-giatnya, sedang semangat-semangatnya mempersiapkan diri untuk masuk ke gedung parlemen di Senayan. Apalagi, saat ini sedang terjadi gelombang besar bergabungnya kader dari parpol lain ke dalam gerbong PKP di berbagai daerah,” paparnya.
Terkait dengan agenda untuk memuat kembali pengaturan mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945, ia menilai agenda tersebut tidak realistis untuk dilaksanakan saat ini.
“Sebab, dari sisi waktu jelas tidak mungkin. Tahun 2021 ini saja hanya tersisa tiga bulan lagi. Tahun 2022 parpol sudah disibukkan dengan kegiatan pendaftaran peserta Pemilu. Tahun 2023 sudah masuk masa kampanye. Tahun 2024 sudah masuk Pemilu dan Pilkada. Jadi, mustahil bagi parpol yang mempunyai kursi di MPR, termasuk dari unsur anggota DPD dapat berkonsentrasi untuk melaksanakan amandemen sebelum Pemilu 2024,” Said berargumen.
Kata ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara pada sejumlah perkara partai politik dan Pemilu di Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tata Usaha Negara yang kini berlabung menjadi sekjen PKP itu, amandemen UUD 1945 jelas tidak boleh dilakukan asal-asalan.
“Diperlukan waktu yang cukup dan ketenangan pikiran dari anggota DPR dan anggota DPD yang duduk di MPR untuk membahas gagasan GBHN atau PPHN. Ruang partisipasi juga harus dibuka seluas-luasnya dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat,” ucapnya.
Oleh sebab itu, dalam rangka menyongsong penyelenggaraan Pemilu 2024 yang tenang dan damai, ia meminta sebaiknya diakhiri saja wacana amendemen UUD 1945, baik terkait isu masa jabatan Presiden maupun isu lain semisal pengaturan GBHN atau PPHN.
“Semua hal itu bisa dibahas dan dibicarakan secara lebih tenang pasca-Pemilu 2024,” pungkas Said. (nto).